Copy paste:
PLTSa adalah pembakar sampah (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Sebetulnya istilah PLTSa tersebut misleading, karena yang dimaksud sesungguhnya adalah sebuah insinerator pemusnah sampah yang hasil pembakarannya dikonversi menjadi tenaga uap untuk menggerakkan generator pembangkit listrik. Istilah umumnya yang digunakan diluar adalah Waste to Energy.
Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. Proses biologis menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.
Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
Incinerator
Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Modern Landfill
Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Konsep Pengolahan Sampah menjadi Energi (Waste to Energy) atau PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga sampah) secara ringkas (TRIBUN, 2007) adalah sebagai berikut :
1. Pemilahan sampah
Sampah dipilah untuk memanfaatkan sampah yang masih dapat di daur ulang. Sisa sampah dimasukkan kedalam tungku Insinerator untuk dibakar.
2. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah menggunakan teknologi pembakaran yang memungkinkan berjalan efektif dan aman bagi lingkungan. Suhu pembakaran dipertahankan dalam derajat pembakaran yang tinggi (di atas 1300°C). Asap yang keluar dari pembakaran juga dikendalikan untuk dapat sesuai dengan standar baku mutu emisi gas buang.
3. Pemanfaatan panas
Hasil pembakaran sampah akan menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk memanaskan boiler. Uap panas yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator listrik.
4. Pemanfaatan abu sisa pembakaran
Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dan berat abu yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang 5% dari berat atau volume sampah semula sebelum di bakar. Abu ini akan dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku batako atau bahan bangunan lainnya setelah diproses dan memiliki kualitas sesuai dengan bahan bangunan.
Dikota-kota besar di Eropah, Amerika, Jepang, Belanda dll waste energy sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu, dan hasilnya diakui lebih dapat menyelesaikan masalah sampah. Pencemaran dari PLTSa yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat sebenarnya sudah dapat diantisipasi oleh negara yang telah menggunakan PLTSa terlebih dahulu. Pencemaran- pencemaran tersebut seperti :
· Dioxin
Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil sampingan dari sintesa kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan bahan yang mengandung unsur halogen pada temperatur tinggi, misalnya plastic pada sampah, dapat menghasilkan dioksin pada temperatur yang relatif rendah seperti pembakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) (Shocib, Rosita, 2005).
PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi dan efluen, sehingga polutan yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari lingkungan.
· Residu
Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau abu bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3, namun hasil-hasil studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak dilakukan di negara-negara lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat pulau, dan pada tahun 2029 Singapura akan memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha (Pasek, Ari Darmawan, 2007).
PLTSa akan memanfaatkan abu tersebut sebagai bahan baku batako atau bahan bangunan.
· Bau
Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau yang tidak sedap baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan mengganggu kenyamanan bagi masyarakat umum.
Untuk menghindari bau yang berasal dari sampah akan dibuat jalan tersendiri ke lokasi PLTSa melalui jalan Tol, di sekeliling bagunan PLTSa akan ditanami pohon sehingga membentuk greenbelt (sabuk hijau) seluas 7 hektar.
Bagi negara lain, khususnya di belahan Uni Eropa, pengolahan sampah dengan teknologi PLTSa bukan hal baru lagi. Bahkan pada umumnya satu negara tidak hanya memiliki satu PLTSa, tetapi puluhan bahkan ratusan. Seperti halnya Negara Perancis, yang kini memiliki 130 PLTSa, lalu Italic (52) dan Jerman (61 pabrik). Sedangkan di Singapura, terdapat 4 Incinerator Plant, masing-masing Ulu Pandan Incinerator Plant berkapasitas 1.100 ton/hari, Tuas Incinerator Plant (1.700 ton/hari), Senoko Incinerator Plant (2.400 ton/hari) dan Tuas South Incinerator Plant (3.000 ton/hari).
Manfaat dari PLTSa adalah Diperkirakan dari 500 – 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah per hari akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. Sampah sebesar itu sama dengan sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti sekarang. Dari pembakaran itu, selain menghasilkan energi listrik, juga memperkecil volume sampah kiriman. Jika telah dibakar dengan temperatur tinggi , sisa pembakaran akan menjadi abu dan arang dan volumenya 5% dari jumlah sampah sebelumnya. Abu sisa pembakaran pun bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan batu bata.
Yang menjadi MASALAH adalah proyek pembangunan PLTSa di Gede Bage tersebut tidak diimbangi dengan kondisi lingkungan Gede Bage, Wilayah Gedebage memiliki permasalah an air. Operasional PLTSa membutuhkan 1,7 juta liter air karena emisi panas hasil pembakaran tidak akan menghilang dengan sendirinya, untuk mendinginkannya dibutuhkan air dengan jumlah yang cukup banyak. Selain itu pada saat pendistribusian sampah ke lokasi PLTSa besar kemungkinan banyak sampah yang tercecer dan sangat mengganggu kesehatan lingkungan. Terakhir yaitu penggunaan teknologi insenerator (alat pembakar sampah) yang dapat menghasilkan gas yang berbahaya, bahkan tidak memungkinkan kalaulah digunakan teknologi insenerator, masyarakat Gede Bage akan menghirup gas berbahaya tersebut mengingat tata letak Gede Bage yang merupakan daerah cekungan.
Manfaat dari PLTSa adalah Diperkirakan dari 500 – 700 ton sampah atau 2.000 -3.000 m3 sampah per hari akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. Sampah sebesar itu sama dengan sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti sekarang. Dari pembakaran itu, selain menghasilkan energi listrik, juga memperkecil volume sampah kiriman. Jika telah dibakar dengan temperatur tinggi , sisa pembakaran akan menjadi abu dan arang dan volumenya 5% dari jumlah sampah sebelumnya. Abu sisa pembakaran pun bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan batu bata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pilih ANONIM untuk mengirim komentar :jika ingin dirahasiakan nama pengirim atau jika anda menemukan kesulitan dalam mengirim komentar: Well i am wait...