Abi
Beliau guru mengaji ku
Belasan tahun yang lalu
Saat ku masih mengayomi bangku awal TK
Saat ku masih tinggaldi daerah asal
Surabaya...
Saat :
Adzan maghrib berkumandang
Terpanggil hati datang kerumahmu
Bagai sebuah kewajiban
Melewati jembatan pendek
Menyebrangi sungai kecil
Melewati gang gang sempit
Tanpa terbesit rasa takut sekalipun
Meski pencahayaan jalan sangat kurang
Dan aku pun masih sering tersasar ke rumahmu
Jika aku berangkat sendiri
Karena jalan setapak menuju rumahmu
Hampir semuanya sama
Buat ku terkecoh
Berbekal Iqra yang didalamnya terselip tudung penunjuk
Berlafadzkan “Bismillahirohmanirrahim”
Hanya itu yang aku bawa
Begitu pun teman lain
Sebuah tikungan kecil dan pohon belimbing yang besar
Pematok jalan disitulah rumahmu
Rumah bercahaya sederhana dan nyaman
Depan rumahmu sudah banyak
Sandal-sandal kecil
berantakan yang bergegas menuju pintu hijau
Kami bersuara lantang
Membaca surat-surat pendek dan doa sehari-hari
Tiba saat aku sendiri membacakannya
Dan aku selalu berhenti tengah jalan
Lupa apa bacaan selanjutnya
Bisik-bisik kecil dibelakang membantuku
Dengan segenap nyali mengumpat
Aku selalu rajin datang kerumahmu
Meski aku sering dimarahi karena aku gak bisa-bisa
membaca dengan tepat
Suara beliau yang besar menggema
Bertubuh besar dan berjenggot
Bagai ulama Arab
Dengan tongkat kayu
Alat penunjuk yang biasa engkau jadikan penunjuk huruf
Dipapan tulis hitam
Tongkat yang menggedorkan hati kami
Agar bersuara lantang
Lambat laun
Aku bisa membaca iqra 1 dan lanjut ke iqra 2 sampai 3
Dalam kurun waktu yang tidak sebentar
Begitu setiap hari kulalui
Pergi mengaji
Melewati jalanan yang seram dan gelap
Seorang diri
Orang rumah hanya mengantarku
Sampai seberang jembatan itu juga tidak setiap hari
Sering aku pulang mengaji
Diliputi rasa takut
Karna banyak teman laki-laki ku yang lebih tua dariku
Sangat iseng menjebakku tengah jalan
Kadang sandalku hanya tinggal Satu
Karena aksi jahil mereka
Kadang mengejarku
Hah sangat menakutkan
Kalau sudah keterlaluan
Aku kembali lagi dan mengadu pada abi
Diantarkan sampai tempat terang
Parahnya sampai rumah aku langsung menangis
Meraung sampai semuanya
Berancang-ancang menghajar anak yang nakal tadi
Besoknya abi memarahi anak-anak yang jail tersebut
Menakut-nakuti dengan tongkat kayunya itu
Ada yang bilang
Kalau diganggu hati lebih baik diam
Kalau diganggu badan harus balas balik
Jangan salahkan aku kalau sandal ku melayang di kopyah mu
Jangan salahkan aku juga kalau sandalmu hilang
Jangan salahkan aku kalau sudah kena pukul tongkat Abi
Jangan salahkan aku kalau kena omelan nenekku
Hahaha
Beberapa tahun kemudian~
Saat aku menanyakan abi
Sungguh menyayat hati
Beliau telah tiada
Rumahnya yang nyaman dan sederhana itu pun sekarang sepi
Tak ada yang menjadi penerus Abi
Abi tidak ada dua nya
Selamat jalan Abi
Semoga amal ibadah serta ilmu mu mengalir ke berbagai
sumber
Jasamu takkan kulupa
Semoga doa ku menemanimu dalam sepi di alam sana
Terima kasih Abi…! :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pilih ANONIM untuk mengirim komentar :jika ingin dirahasiakan nama pengirim atau jika anda menemukan kesulitan dalam mengirim komentar: Well i am wait...